LENSA LAPMI - Aktivis kabupaten Sambas menilai terhadap wacana perpanjangan masa jabatan hingga 9 tahun merupakan bentuk contoh rakus dan politis. TIDAK ramah kasi bintang satu saja
Kata dia, sebagaimana kita ketahui mulai dari Presiden, DPR, MPR, Gubernur hingga Walkot/Bupati saja hanya 5tahun. Sementara kades dalam aturan sendiri sudah mendapatkan 6tahun untuk apalagi ditambah hingga 9 tahun.
Kami sebagai kaum millenial menilai ini adalah merupakan perilaku rakus dan sarat akan kepentingan politis.
Melansir dari situs resmi DJPK Kemenkeu, jumlah dana desa yang digelontorkan dari APBN sebesar Rp 70 triliun. Dana ini dialokasikan kepada 74.954 desa di 434 kabupaten/kota.
Pembagian anggaran dana desa untuk tahun 2023 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 201/PMK.07/2022. Artinya tembus 1M anggaran dana yang masuk serta akan di kelola oleh kepala desa dan perlu jadi catatan penting adalah masuk nya per-Tahun. Harusnya dengan dana desa ada cukup untuk membangun desa dan mensejahterakan masyarakat dalam waktu 5 tahun. Kalau berdasarkan rincian dana desa yang diterima oleh 74.954 desa, dana tertinggi yang diperoleh beberapa desa berada di kisaran Rp 1M.
Refleksi kasus-kasus yang terjadi pada kades selama 6 tahun saja perilaku KORUPSI sangat banyak dan masih marak hingga buka-bukaan soal nepotisme. Delik meredam konflik pasca pilkades untuk perpanjangan masa jabatan kades jadi 9 tahun ini sudah nampak jelas kedangkalan akal sehat kades tersebut wujud ketidakmampuan berfikir progresif, sangat jauh dari kata logis ini menjadi alasan. Apalagi ada salah satu oknum kepala desa yang mengancam apabila DPR tidak menyetujui akan akan di habisi suara parpol, ini sudah sangat jelas sarat kepentingan politis.
Waktu 6 tahun dinilai para kades kurang dalam membangun desa ini ambil lagi rujukan darii Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 201/PMK.07/2022. Pada Pasal 6 ayat (5) disebutkan bahwa formula pengalokasian dana desa dibagi berdasarkan 4 bagian, yakni alokasi dasar, alokasi afirmasi, alokasi kinerja, dan alokasi formula.
Harusnya para kades itu membawa data kuat indikator untuk perpanjangan masa jabatan. Bukan malah membawa atas dasar sentimentil saja dan rakus akan jabatan, ini sungguh menciderai demokrasi Indonesia. Apalagi ada salah satu oknum kepala desa yang mengancam apabila DPR tidak menyetujui akan habisi suara parpol.
Mengutip dari CNBC dan beberapa artikel tentang penentuan alokasi dasar bagi setiap desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk masing-masing desa. Paling rendah bagi jumlah penduduk 1 sampai 100 orang yakni Rp 415.261.000 dan yang paling tinggi yakni desa dengan jumlah penduduk lebih dari 10 ribu orang sebesar Rp 788.996.000.
Alokasi afirmasi dibagikan kepada desa tertinggal dan sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. Adapun alokasi afirmasi bagi desa tertinggi sebesar Rp 105.688.000 dan desa sangat tertinggal sebesar Rp 158.532.000.
Alokasi kinerja diberikan kepada desa dengan kinerja terbaik yang ditentukan untuk setiap kabupaten/kota. Adapun penentuannya berdasarkan status pemda, dimana bagi pemda yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja menerima sebesar Rp 260.949.000 dan bagi yang pemda yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja desa menerima sebesar Rp 208.765.000. Sedangkan untuk alokasi formula diberikan dengan porsi sebesar 30% dari anggaran Dana Desa. Berdasarkan rincian dana desa yang diterima oleh 74.954 desa, adapun dana tertinggi yang diperoleh beberapa desa berada di kisaran Rp 1 miliar.
Kita berharap harusnya kades-kades lebih memikirkan bagaimana cara merestorasi dan meng-upgrade baik itu pelayanan publik, pembangunan sarana dan prasarana desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Bukan malah meninggalkan kantor desa pergi ke senayan untuk berdemo menambah jabatan, harusnya berdemo menambah aspirasi yang masuk didesa apa yang diperlukan untuk pengembangan SDM maupun desa. (wak)
Penulis merupakan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syari'ah Cabang Sambas
Komentar
Posting Komentar